7 Mei 2014 - 13:51
Imam Baqir as, Manifestasi Manusia Sempurna

Imam Baqir as dikenal karena keluasan ilmu dan takwanya. Ia selalu menjadi rujukan muslimin dalam setiap problema. Keberadaan Imam Baqir as adalah sebuah pengantar bagi perbaikan umat.

Imam Muhammad Al-Baqir as dilahirkan di Madinah pada tanggal 1 Rajab atau 3 Shafar 57 H. Ayahnya adalah Imam Ali Zainal Abidin as dan ibunya adalah Fathimah binti Imam Hasan Al-Mujtaba as yang lebih dikenal dengan julukan Ummu Abdillah. Dengan demikian, nasabnya bersambung ke Bani Hasyim, baik dari sisi ayah maupun ibu.

Imam Al-Baqir as mengalami hidup bersama kakeknya, Imam Husain as pada saat tragedi Karbala, yang ketika itu beliau masih berusia empat tahun. Imam Baqir as syahid pada hari Senin, 7 Dzul Hijjah 114 H. dalam usia 57 tahun. Ia diracun oleh Hisyam bin Abdul Malik, salah seorang khalifah Bani Umaiyah, dan dikuburkan di pemakaman Baqi. Dengan demikian, Imam Muhammad Baqir as adalah imam pertama yang memiliki nasab keturunan Rasulullah saw dari pihak ayah dan ibu, sekaligus.

Beliau hidup bersama ayahnya selama 18 tahun dan masa itu adalah masa keimamahan (kepemimpinan)-nya. Beliau mengabdikan masa-masa hidupnya demi menyebarkan ilmu pengetahuan Islam. Orang-orang memberi beliau gelar Al-Baqir (Sang Jenius), karena beliau telah membongkar ilmu pengetahuan dari khazanah-khazanahnya. Imam as juga memiliki gelar-gelar lain yang menunjukkan sifat dan akhlak agung beliau, seperti Asy-Syakir (yang banyak bersyukur) dan Al-Hadi (pemberi petunjuk).

Sewaktu masih berusia belia, Imam Muhammad Al-Baqir as bertemu dengan sebagian besar sahabat utama Nabi, seperti Jabir bin Abdillah Al-Anshari. Kepada beliau Jabir mengatakan, "Rasulullah mengirimkan salam untukmu." Salam ini membuat orang-orang yang hadir saat itu menjadi heran. Jabir melanjutkan, "Suatu hari aku sedang duduk bersama Rasulullah, sedangkan Husain as berada di haribaannya. Beliau berkata padaku, ‘Hai Jabir, putraku ini kelak mempunyai seorang anak yang bernama Ali. Dan pada Hari Kiamat, seseorang akan memanggilnya ‘Sayyidul Abidin'. Kemudian melalui Ali, seorang anak yang bernama Muhammad al-Baqir yang memiliki keluasan ilmu akan lahir. Bila engkau berjumpa dengannya, sampaikan salamku kepadanya.'"

Imam Baqir as dikenal karena keluasan ilmu dan takwanya. Ia selalu menjadi rujukan muslimin dalam setiap problema. Keberadaan Imam Baqir as adalah sebuah pengantar bagi perbaikan umat. Masyarakat mengenalnya sebagai putra orang-orang luhur yang rela mengorbankan jiwa dan raga mereka demi mencegah penyelewengan umat yang hampir saja memusnahkan Islam. Dengan pengorbanan mereka ini, diharapkan muslimin dapat mengetahui bahwa para penguasa yang memerintah atas nama Islam tidak seperti kenyataan di alam realita. Mereka tidak pernah mau untuk mempraktekkan Islam dalam pemerintahan mereka.

Imam Baqir as mengambil keputusan untuk mengekspos penyelewengan para penguasa dari garis Islam tersebut kepada khalayak ramai, dan memahamkan kepada mereka bahwa peristiwa itu bukan sekedar mimpi belaka. Hisyam bin Abdul Malik, seorang khalifah dinasti Bani Umaiyah ketika melihat Imam Baqir as dan bertanya siapakah dia, masyarakat di sekelilingnya menjawab bahwa ia adalah seorang yang dikagumi oleh penduduk Kufah. Orang ini adalah pemimpin Irak.

Ketika musim haji tiba, ribuan muslim yang berasal dari Irak, Khurasan dan kota-kota lain bertanya kepadanya tentang banyak hal mengenai Islam. Hal ini menunjukkan betapa ia sangat berpengaruh di dalam hati umat manusia.

Para ulama dari berbagai aliran dan disiplin ilmu sering mengadakan dialog dengan Imam Baqir as berkenaan dengan permasalahan-permasalahan ilmiah yang sangat pelik dengan tujuan untuk mempermalukannya di hadapan khalayak. Akan tetapi, dengan jawaban-jawaban yang mematikan dan memuaskan ia memaksa mereka untuk bertekuk lutut di hadapannya.

"Universitas" Imam Baqir as adalah sebuah tempat penting bagi para ilmuwan dan muhaddis yang pernah belajar darinya. Jabir Al-Ja'fi berkata: "Abu Ja'far as meriwayatkan tujuh puluh ribu hadis kepadaku". Muhammad bin Muslim berkata: "Dalam setiap permasalahan yang kuanggap sulit, aku pasti menanyakannya kepada Abu Ja'far as sehingga aku mendapatkan tiga puluh ribu hadis darinya".

 

Kehidupan Imam Baqir merupakan cermin kehidupan manusia sempurna. Salah satu karakteristik dan kepribadian Imam Baqir adalah sisi keuniversalan beliau. Perhatian besar beliau terhadap keilmuan tidak membuatnya lupa terhadap sisi moral dan keutamaan spiritual. Selain itu, ibadah dan penghambaannya yang tinggi terhadap Allah Swt juga tidak membuatnya lupa untuk berinteraksi dengan masyarakat dan bersosial.

Hal ini dapat kita saksikan dari nasehat beliau kepada pengikutnya. Saat menyebut karakteristik pengikutnya, Imam Baqir as bersabda, "Para pengikut kami, Syi'ah Ali akan membela kami sepenuh hati dan demi menjaga agar agama tetap hidup mereka selalu bersatu dalam membela kami. Jika mereka marah, kemarahan tidak akan menjadikan mereka berbuat zalim, dan jika mereka sedang bahagia, mereka tidak akan melampaui batas. Mereka adalah sumber berkah bagi tetangganya dan dalam menghadapi para penentang, mereka selalu memilih jalan damai. Syi'ah kami taat kepada Allah." 

Mencermati kehidupan Imam Baqir as, kita dapat menyimpulkan bahwa beliau di seluruh dimensi kehidupannya merupakan teladan yang baik. Dari sisi keilmuwan, Imam Syiah ini berhasil meraih derajat yang tinggi. Hal ini juga diakui baik oleh ulama Sunni maupun Syiah. Abdullah bin 'Atha`, salah seorang ilmuwan yang hidup sezaman dengan Imam Baqir as berkata: "Saya tidak pernah melihat para ilmuwan Islam kecil dan hina kecuali ketika mereka menghadiri majelis ilmiah Muhammad bin Ali (Al-Baqir)".

Seorang ulama besar Ahlussunnah yang bernama Ibnu Hajar Al-Haitsami menulis: "Muhammad Al-Baqir telah menyingkap rahasia ilmu pengetahuan dan menjelaskan hakikat hukum dan hikmah ilmu pengetahuan sehingga hal itu tidak tersembunyi kecuali bagi orang-orang yang bodoh atau berhati kotor. Oleh karena itu, ia dikenal dengan julukan penyingkap rahasia ilmu, pemilik rahasia dan pengibar bendera ilmu pengetahuan".

Sementara itu, sisi penghambaan Imam Baqir juga tak ada yang meragukannya. Beliau dikenal sebagai hamba yang saleh dan taat kepada Allah Swt. Attar Naisyaburi, salah satu ulama besar Sunni dalam bukunya Tadzkiratul Auliya menyebut Imam Muhammad Baqir sebagai "Imam dari Keturunan Nabi"  dan "Generasi Unggul Ali as". Disebutkan bahwa ketika Imam Baqir tengah mengerjakan shalat, wajah beliau terkadang terlihat bersemu merah dan terkadang memucat, seakan-akan beliau tengah berdialog secara langsung dengan Allah Swt.

Sejumlah orang yang menyertai dan menyaksikan Imam Baqir menunaikan ibadah haji menukil bahwa Imam mandi dan kemudian dengan kaki telanjang memasuki wilayah Haram, ketika tiba di Masjidul Haram beliau memandang Kabah dan dengan menangis dengan suara yang keras. Kemudian beliau tawaf dan setelah shalat beliau sujud. Ketika beliau mengangkat wajahnya, tempat sujud beliau basah oleh air mata.

Keunikan lain dari kehidupan Imam Baqir as adalah di samping beliau ahli ibadah dan mencapai derajat tinggi ketakwaan, namun beliau juga dikenal sebagai orang yang bekerja keras. Imam Muhammad Baqir as memandang pekerjaan sebagai aktivitas suci dan bernilai. Beliau menjelaskan hubungan mendalam antara ekonomi dan spiritual dalam Islam. Menurut pandangan Imam Baqir as, kerja dan produksi yang dilakukan dalam tolok ukur dan nilai agama, dan dengan tujuan memenuhi kebutuhan, serta demi kemakmuran individu maupun masyakarat, khususnya bagi orang-orang yang membutuhkan, terhitung sebagai ibadah.

Imam Baqir as amat memperhatikan masalah produksi, khususnya pertanian. Di sisi lain,beliau juga memperhatikan masalah kerja dan mengais rizki yang halal serta tidak bergantung kepada orang lain. Salah satu cara untuk memenuhi kebutuhan hidup adalah dengan jalan bertani, di mana sebagian kebutuhan makanan penting dan pekerjaan dapat dipenuhi melalui jalan tersebut. Imam Baqir as berkata, "Tidak ada pekerjaan yang lebih mulia disisi Allah Swt dari pertanian dan tidak ada nabi yang diutus Allah Swt yang tidak bertani kecuali Nabi Idris as, karena beliau seorang penjahit. (Miratul Uqul, Juz 19, Halaman 339).

Seseorang bernama Muhammad bin Munkadir mengatakan, "Suatu hari yang panas, aku melihat Abu Jafar Muhammad bin Ali (Imam Baqir as) berada di sekitar Madinah. Beliau keluar dari Madinah untuk bekerja. Kepada diriku aku mengatakan, "Subhanallah, seorang pembesar Quraish dalam kondisi yang panas seperti ini sibuk dengan urusan duniawinya. Aku harus menasihatinya." Kemudian aku mendekatinya dan mengucapkan salam. Dalam kondisi keringat yang sedang mengucur, beliau menjawab salamku. Aku berkata kepadanya, "Apakah seorang pembesar Quraish dalam cuaca yang panas seperti ini masih sibuk dengan urusan duniawi? Jika dalam posisi seperti ini ajalmu datang, apa yang akan engkau lakukan?" Beliau menjawab, jika dalam kondisi saat ini ajalku datang, maka aku akan mati dalam kondisi taat kepada Allah Swt, sebab hasil jerih payahku ini telah menjadikanku dan keluargaku tidak tergantung kepadamu dan orang lain. Aku takut ajalku tiba pada saat aku sibuk bermaksiat kepada Allah Swt."

Sumber: IRIB Indonesia